Minggu, 03 April 2011

JENIS-JENIS HUBUNGAN ANTARA KELOMPOK DENGAN KOMUNIKASI


A. Hubungan antara Karakteristik Anggota Kelompok dan Tingkat Kedewasaan Anggota Kelompok
Keadaan tingkat kedewasaan anggota kelompok berhubungan dengan beberapa variabel karakteristik anggota kelompok yaitu tingkat pendapatan, tingkat penguasaan dan tingkat partisipasi anggota kelompok. Semakin tinggi tingkat pendapatan dan partisipasi anggota kelompok, pada umumnya semakin tinggi tingkat pemahaman anggota kelompok terhadap tujuan kelompok, tingkat kekompakan, tingkat inisiatif dan tingkat komitmen mereka dalam menjalankan kegiatan (tingkat kedewasaan yang tinggi). Sedangkan jika tingkat penguasaan anggota kelompok tinggi, pada umumnya semakin rendah tingkat pemahaman anggota kelompok terhadap tujuan kelompok, tingkat kekompakan, tingkat inisiatif dan tingkat komitmen mereka dalam menjalankan kegiatan(tingkat kedewasaan yang rendah).

B.     Hubungan antara Karakteristik Anggota Kelompok dan Gaya Komunikasi Pemimpin Kelompok
Karakteristik anggota yang berhubungan dengan gaya komunikasi pemimpin kelompok ada empat yaitu tingkat pendapatan, tingkat partisipasi anggota, gaya komunikasi anggota dan jenis pekerjaan. Semakin tinggi tingkat pendapatan dan partisipasi anggota maka gaya komunikasi pemimpin semakin mengarah pada gaya komunikasi convergence. Peningkatan pendapatan anggota kelompok akan semakin meningkatkan rasa percaya diri anggota untuk mengemukakan pendapat. Hal ini mendorong pemimpin kelompok menyesuaikan diri dengan menerapkan gaya komunikasi dua arah (corelational atau convergence). Demikian pula jika partisipasi anggota kelompok meningkat maka akan memicu pemimpin untuk menerapkan gaya komunikasi dua arah (convergence) juga. Bentuk hubungan yang sama terjadi jika gaya komunikasi anggota semakin convergence, maka pemimpin kelompok juga semakin bergaya komunikasi convergence. Pemimpin juga akan semakin bergaya komunikasi convegence ketika para anggota kelompok memiliki jumlah pekerjaan lebih dari satu dan pekerjaan tambahan tersebut memerlukan keahlian khusus. Pekerjaan anggota kelompok mayoritas dengan tingkat keterampilan yang rendah, sehingga pada umumnya lebih bersifat menunggu perintah ketua kelompok. Pemimpin kelompok akan menerapkan gaya komunikasi yang linier ketika berhadapan dengan anggota kelompok yang demikian ini. Namun pemimpin kelompok akan berubah menerapkan gaya komunikasi convergence jika menghadapi anggota kelompok yang memiliki jenis pekerjaan tambahan dan pekerjaan tersebut memerlukan keahlian khusus. Anggota kelompok yang demikian lebih dewasa dalam bertindak dan pada umumnya lebih memiliki keberanian untuk mengemukakan pendapat. Kondisi yang demikian akan memicu pemimpin kelompok untuk menerapkan gaya komunikasi yang sesuai yaitu convergence.

C.     Hubungan antara Tingkat Kedewasaan Anggota Kelompok dan Gaya
Komunikasi Pemimpin Kelompok
Gaya komunikasi yang diterapkan pemimpin kelompok dalam penelitian ini berhubungan dengan tingkat kedewasaan anggota kelompok yang dicerminkan oleh bagaimana tingkat pemahaman anggota kelompok terhadap tujuan kelompok, tingkat kekompakan, tingkat inisiatif dan tingkat komitmen anggota kelompok dalam menjalankan kegiatan. Apabila tingkat pemahaman terhadap tujuan kelompok, kekompakan, inisiatif dan komitmen anggota kelompok dalam menjalankan kegiatan membaik maka pemimpin kelompok akan cenderung menggunakan gaya komunikasi dua arah (convergence).

D.        Hubungan antara Gaya Komunikasi Pemimpin Kelompok dan Efektifitas Kelompok
Efektifitas kelompok dalam menjalankan kegiatan berhubungan dengan bagaimana gaya komunikasi yang diterapkan oleh pemimpin kelompok. Jika gaya komunikasi yang diterapkan oleh pemimpin kelompok semakin convergence (dua arah) maka kelompok akan semakin efektif dalam melaksanakan kegiatan. Jika pemimpin kelompok yang menerapkan gaya komunikasi convergence berarti perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan serta evaluasi kegiatan dilakukan secara komunikasi dua arah dengan melibatkan seluruh anggota secara partisipatif. Melalui langkah yang demikian, anggota mendapatkan pengetahuan tentang kegiatan yang memadai baik yang diperoleh dari sesama anggota maupun dari pemimpin kelompok, lalu tumbuh sikap yang positif terhadap kegiatan, kemudian terdorong untuk menekuni teknik-teknik agar bisa terampil dalam melakukan kegiatan. Akhirnya para anggota kelompok merasa puas bergabung dalam kelompok yang pemimpinnya menerapkan gaya komunikasi yang convergence, dan ini berarti kelompok tersebut efektif dalam menjalankan kegiatan.

Definisi Kepemimpinan


Kepemimpinan mempunyai arti yang berbeda-beda tergantung pada sudut pandang atau perspektif-perspektif dari para peneliti yang bersangkutan, misalnya dari perspektif individual dan aspek dari fenomena yang paling menarik perhatian mereka. Stogdill (1974: 259) menyimpulkan bahwa terdapat hampir sama banyaknya definisi tentang kepemimpinan dengan jumlah orang yang telah mencoba mendefinisikannya. Lebih lanjut, Stogdill (1974: 7-17) menyatakan bahwa kepemimpinan sebagai konsep manajemen dapat dirumuskan dalam berbagai macam definisi, tergantung dari mana titik tolak pemikirannya. Misalnya, dengan mengutip pendapat beberapa ahli, Paul Hersey dan Kenneth H Blanchard (1977: 83-84) mengemukakan beberapa definisi kepemimpinan, antara lain:
  • Kepemimpinan adalah kegiatan dalam mempengaruhi orang lain untuk bekerja keras dengan penuh kemauan untuk tujuan kelompok (George P Terry)
  • Kepemimpinan adalah kegiatan mempengaruhi orang lain agar ikut serta dalam mencapai tujuan umum (H.Koontz dan C. O'Donnell)
  • Kepemimpinan sebagai pengaruh antar pribadi yang terjadi pada suatu keadaan dan diarahkan melalui proses komunikasi ke arah tercapainya sesuatu tujuan (R. Tannenbaum, Irving R, F. Massarik).

      Untuk lebih mendalami pengertian kepemimpinan, di bawah ini akan dikemukakan beberapa definisi kepemimpinan lainnya seperti yang dikutip oleh Gary Yukl (1996: 2), antara lain:
  • Kepemimpinan adalah peningkatan pengaruh sedikit demi sedikit pada dan berada di atas kepatuhan mekanis terhadap pengarahan-pengarahan rutin organisasi (Katz dan Kahn)
  • Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi aktivitas-aktivitas sebuah kelompok yang diorganisasi ke arah pencapaian tujuan (Rauch dan Behling)
  • Kepemimpinan adalah proses memberi arti terhadap usaha kolektif yang mengakibatkan kesediaan untuk melakukan usaha yang diinginkan untuk mencapai sasaran (Jacobs dan Jacques)

      Menurut Wahjosumidjo (1984: 26) butir-butir pengertian dari berbagai definisi kepemimpinan, pada hakekatnya memberikan makna :
  • Kepemimpinan adalah sesuatu yang melekat pada diri seorang pemimpin yang berupa sifat-sifat tertentu seperti kepribadian, kemampuan, dan kesanggupan.
  • Kepemimpinan adalah serangkaian kegiatan pemimpin yang tidak dapat dipisahkan dengan kedudukan serta gaya atau perilaku pemimpin itu sendiri
  • Kepemimpinan adalah proses antar hubungan atau interaksi antara pemimpin, bawahan dan situasi.

      Dari berbagai definisi yang ada, maka dapat dikatakan bahwa Kepemimpinan adalah:
  • Seni untuk menciptakan kesesuaian paham
  • Bentuk persuasi dan inspirasi
  • Kepribadian yang mempunyai pengaruh
  • Tindakan dan perilaku
  • Titik sentral proses kegiatan kelompok
  • Hubungan kekuatan/kekuasaan
  • Sarana pencapaian tujuan
  • Hasil dari interaksi
  • Peranan yang dipolakan
  • Inisiasi struktur

      Berbagai pandangan atau pendapat mengenai batasan atau definisi kepemimpinan di atas, memberikan gambaran bahwa kepemimpinan dilihat dari sudut pendekatan apapun mempunyai sifat universal dan merupakan suatu gejala sosial

KONTINUUM GAYA KEPEMIMPINAN


Gaya Kepemimpinan Kontinuum (continuum of leadership) menjelaskan pembagian kekuasaan antara pemimpin dan bawahannya (Robert Tannenbaum and. Warren H. Schmidt,  How to Choose Leadership Pattern). Kontinuum membagi 7 daerah mulai dari otoriter sampai dengan laissez – faire dengan titik demokratis.

Demokrasi (hubungan berorientasi) pola kepemimpinan yang ditandai oleh penggunaan wewenang oleh bawahan. Otoriter (tugas berorientasi) pola kepemimpinan yang ditandai oleh penggunaan wewenang oleh pemimpin. Perhatikan bahwa sebagai penggunaan kekuasaan oleh bawahan meningkat (gaya demokratis) penggunaan wewenang oleh pemimpin berkurang secara proporsional.

Tujuh “pola kepemimpinan” yang diidentifikasi oleh Tannenbaum dan Schmidt :
·         Kepemimpinan Pola 1: “Para pemimpin membuat keputusan dan mengumumkan ke grup/bawahan.”
Contoh: Pemimpin memutuskan bahwa tim akan mengadakan pertemuan pada hari Kamis dan mengatakan berita itu kepada tim, apakah mereka suka atau tidak.

·         Kepemimpinan Pola 2: “Pemimpin menjual keputusan.” Para pemimpin membuat keputusan kemudian meyakinkan kelompok bahwa keputusan yang diambil benar.
Contoh: Pemimpin mengatakan kepada anggota tim bahwa mereka akan bertemu pada hari Kamis. Pemimpin kemudian meyakinkan anggota tim bahwa Kamis adalah hari-hari terbaik untuk bertemu.

·         Kepemimpinan Pola 3: “Pemimpin menyajikan ide-ide/pemikiran dan mengundang pertanyaan-pertanyaan.”
Contoh: Pemimpin tim mengatakan bahwa ia sedang mempertimbangkan membuat hari Kamis untuk pertemuan tim. Pemimpin kemudian mempersilahkan kelompok jika mereka memiliki pertanyaan.

·         Kepemimpinan Pola 4: “Pemimpin menyajikan keputusan yang bersifat sementara untuk kelompok yang kemungkinan dapat diubah.”
Contoh: Pemimpin kelompok bertanya apakah hari Kamis akan menjadi hari yang baik untuk bertemu. Tim menyarankan hari-hari lain yang mungkin lebih baik.

·         Kepemimpinan Pola 5: “Pemimpin menyajikan masalah, meminta saran, dan membuat keputusan.”
Contoh: Pemimpin meminta tim untuk menyarankan hari-hari baik untuk bertemu, maka pemimpin memutuskan hari apa tim akan bertemu.

·         Kepemimpinan Pola 6: “Pemimpin merumuskan batas-batas, dan meminta kelompok bawahan untuk membuat keputusan.”
Contoh: Pemimpin mengatakan bahwa anggota tim harus memenuhi setidaknya sekali seminggu, tetapi tim bisa memutuskan mana hari adalah yang terbaik.

·         Kepemimpinan Pola 7: “Pemimpin mengizinkan bawahan melakukan fungsi-fungsinya dalam batas-batas yang telah ditentukan oleh pimpinan.”
Contoh: Pemimpin memungkinkan anggota tim untuk memutuskan kapan dan seberapa sering untuk bertemu.

Robert Tannenbaum dan Warren H. Schmidt menggambarkan gagasannya melalui gambar dibawah ini. Ada dua bidang pengaruh yang ekstrim, pertama bidang pengaruh pimpinan dan kedua bidang pengaruh kebebasan bawahan. Pada bidang pertama, pimpinan menggunakan otoritasnya dalam gaya kepemimpinannya sedangkan pada bidang kedua, pemimpin menunjukkan gaya yang demokratis. Kedua bidang pengaruh ini dipengaruhi dalam hubungannya jika pemimpin melakukan aktivitasnya dalam pembuatan keputusan.








Jadi, berdasarkan teori kontinuum, perilaku pemimpin pada dasarnya bertitik tolak dari dua pandangan dasar :
  1. Berorientasi kepada pemimpin.
  2. Berorientasi kepada bawahan
Stogdill menyatakan bahwa terdapat enam kategori faktor pribadi yang membedakan antara pemimpin dan pengikut, yaitu kapasitas, prestasi, tanggung jawab, partisipasi, status dan situasi (Bernard M. Bassl, Stogdill’s Handbook of Leadership,). Namun demikian banyak studi yang menunjukkan bahwa faktor-faktor yang membedakan antara pemimpin dan pengikut dalam satu studi tidak konsisten dan tidak didukung dengan hasil-hasil studi yang lain. Disamping itu, watak pribadi bukanlah faktor yang dominan dalam menentukan keberhasilan kinerja manajerial para pemimpin. Hingga tahun 1950-an, lebih dari 100 studi yang telah dilakukan untuk mengidentifikasi watak atau sifat personal yang dibutuhkan oleh pemimpin yang baik, dan dari studi-studi tersebut dinyatakan bahwa hubungan antara karakteristik watak dengan efektifitas kepemimpinan, walaupun positif, tetapi tingkat signifikasinya sangat rendah.
Perusahaan merupakan organisasi bisnis yang terdiri atas orang-orang, maka pimpinan seharusnya dapat menyelaraskan antara kebutuhan-kebutuhan individu dengan kebutuhan organisasi yang dilandasi oleh hubungan manusiawi. Sejalan dengan itu diharapkan seorang pimpinan mampu memotivasi dan menciptakan kondisi sosial yang menguntungkan setiap karyawan sehingga tercapainya kepuasan kerja karyawan yang berimplikasi pada meningkatnya produktivitas kerja karyawan (Robbins, 2002 : 181).

Perilaku atasan juga merupakan determinan utama dari kepuasan. Umumnya kepuasan dapat ditingkatkan, bila atasan bersifat ramah dan memahami, menawarkan pujian untuk kinerja yang baik, mendengarkan pendapat karyawan, dan menunjukkan suatu minat pribadi pada mereka (Robbins, 2002 : 181).

GAYA KEPEMIMPINAN


Gaya kepemimpinan memiliki peranan penting dalam suatu organisasi, hal ini berkaitan erat dengan hubungan yang terjadi antara atasan dan bawahan karena pada dasarnya gaya yang diterapkan oleh seorang pemimpin dalam suatu organisasi akan sangat berpengaruh terhadap motivasi dan kinerja dari para bawahannya.
Pada dasarnya Gaya kepemimpinan mengandung pengertian sebagai suatu perwujudan tingkah laku dari seorang pemimpin, yang menyangkut kemampuannya dalam memimpin. Perwujudan tersebut biasanya membentuk suatu pola atau bentuk tertentu. Pengertian gaya kepemimpinan yang demikian ini sesuai dengan pendapat yang disampaikan oleh Davis dan Newstrom (1995). Keduanya menyatakan bahwa pola tindakan pemimpin secara keseluruhan seperti yang dipersepsikan atau diacu oleh bawahan tersebut dikenal sebagai gaya kepemimpinan.
Dalam memimpin sebuah organisasi, para pimimpin memiliki berbagai gaya. Beberapa gaya kepemimpinan, diantaranya adalah :
1.        Gaya Ekstern (menurut Teori Perilaku)
         Studi kepemimpinan melalui pendekatan perilaku, menghasilkan dua orientasi perilaku pemimpin, yaitu perilaku pemimpin yang berorientasi pada tugas atau yang mengutamakan penyelesaian tugas (task orientation) dan perilaku pemimpin yang berorientasi pada orang/karyawan atau yang mengutamakan dalam penciptaan hubungan-hubungan manusiawi (people orientation). Perilaku pemimpin yang berorientasi pada tugas akan menampilkan gaya kepemimpinan otokratik, sedangkan perilaku pemimpin yang berorientasi pada hubungan manusia menampilkan gaya kepemimpinan demokratis atau partisipatif. Berdasarkan Penjelasan tersebut, teori perilaku terbagi menjadi:

a.      Teori X dan Teori Y
Douglas Mc Gregor mengemukakan dua pandangan yang saling bertentangan tentang kodrat manusia, model ini dijelaskan dalam dua perangkat asumsi yang dikenal sebagai teori X dan teori Y . menurut McGregor, mengelola (managing) harus dimulai dengan pertanyaan-pertanyaan mendasar mengenai bagaimana para manajer memandang dirinya sendiri dalam hubungannya dengan yang lain.

McGregor memasukkan asumsi tradisional ke dalam teori X. menurut teori X,manusia memiliki sifat sebagai berikut :
·         Manusia rata-rata memiliki ketidaksukaan yang melekat dalam dirinya atas pekerjaan dan cenderung untuk menghindar, bila mungkin.
·         Oleh karena itu, kebanyakan dari mereka harus dipaksa, diawasi, diarahkan, dan diancam dengan hukuman untuk membuat mereka bekerja ke arah pencapaian sasaran organisasi.
·         Manusia rata-rata suka untuk diatur, ingin menghidari tanggung jawab, memiliki ambisi yang tidak seberapa, dan menghendaki keamanan.

Sedangkan menurut teori Y, sifat manusia itu adalah :
·         Usaha yang bersifat fisik maupun mental yang dilakukan manusia dalam bekerja sama halnya dengan bermain ataupun istirahat.
·         Pengawasan eksternal dan ancaman hukuman bukan satu-satunya alat umtuk meghasilkan usaha ke arah sasaran organisasi. Manusia akan memimpin dan mengendalikan dirinya sendiri untuk sasaran perusahaan.
·         Tingkat keterlibatan mereka pada sasaran organisasi sebanding dengan penghargaan (rewards) yang diberikan organisasi karena prestasi mereka.
·         Kebanyakan manusia dalam kondisi yang kondusif, mereka tidak hanya menerima tapi juga menghendaki tanggung jawab.
·         Dibawah kondisi kehidupan industri modern, potensi-potensi intelektual kebanyakan manusia hanya dimanfaatkan sebagian saja.

2.      Gaya Situasional
Kepemimpinan situasional adalah kepemimpinan yang didasarkan atas hubungan saling mempengaruhi antara (Paul Hersey dan Kenneth H. Blanchard, 1984);
a.      Tingkat bimbingan dan arahan yang diberikan pemimpin (perilaku tugas)
b.      Tingkat dukungan sosioemosional yang disajikan pemimpin (perilaku hubungan)
c.       Tingkat kesiapan yang diperlihatkan bawahan dalam melaksanakan tugas, fungsi atau tujuan tertentu (kematangan bawahan).
Dalam hubungannya dengan perilaku pemimpin tersebut, ada dua hal yang biasanya dilakukan oleh pemimpin terhadap bawahan atau pengikutnya yakni perilaku mengarahkan dan perilaku mendukung.

Menurut Paul Hersey dan Kenneth Blanchard, seorang pemimpin harus memahami kematangan bawahannya sehingga dia akan tidak salah dalam menerapkan gaya kepemimpinan. Tingkat kematangan yang dimaksud adalah sebagai berikut:
  1. Tingkat kematangan M1 (kemampuan dan kemauan bawahan rendah) maka gaya kepemimpinan yang diterapkan pemimpin untuk memimpin bawahan seperti ini adalah Gaya Telling (G1), yaitu dengan memberitahukan, menunjukkan, dan mengistruksikan secara spesifik.
  2. Tingkat kematangan M2 (kemampuan bawahan rendah tapi kemauannya tinggi), untuk menghadapi bawahan seperti ini maka gaya yang diterapkan adalah Gaya Selling/Coaching, yaitu dengan menjual, menjelaskan, memperjelas, membujuk.
  3. Tingkat kematangan M3 (kemampuan bawahan tinggi tapi kemauannya rendah) maka gaya pemimpin yang tepat untuk bawahan seperti ini adalah Gaya Participating, yaitu saling bertukar ide dan memberi kesempatan untuk  mengambil keputusan.
  4. Tingkat kematangan M4 (kemampuan dan kemauan bawahan tinggi) maka gaya kepemimpinan yang tepat adalah Gaya Delegating, yaitu mendelegasikan tugas dan wewenang dengan menerapkan sistem pengawasan yang baik.

Penjabaran lebih lanjut mengenai situasi dan tipe gaya kepemimpinan dapat dikemukakan sebagai berikut
a.      Memberitahukan, Menunjukkan, Memimpin, Menetapkan (TELLING-DIRECTING)
Gaya telling-directing atau disebut juga sebagai gaya menginstruksikan kepada pengikut yang rendah tingkat kematangannya. Seseorang yang tidak mampu dan tidak mau memikul tanggung jawab untuk melaksanakan sesuatu merupakan seseorang yang tak kompeten dan tidak memiliki keyakinan. Biasanya ketidakmauan mereka merupakan akibat dari ketidakyakinannya atau kurangnya pengalaman dan pengetahuan mengenai tugas yang diberikan.
Gaya kepemimpinan yang tepat adalah instruksi karena peranan pemimpin yang membatasi peranan bawahan dan menginstruksikan kepada mereka tentang apa, bagaimana, bilamana, dan dimana harus melakukan tugas tertentu.  
b.      Menjual, Menjelaskan, Memperjelas, Membujuk (SELLING-COACHING)
Gaya selling-coaching dapat dikatakan juga sebagai gaya konsultasi yang diterapkan untuk bawahan dengan tingkat kematangan rendah sampai ke tingkat sedang. Seseorang yang tak mampu namun berkeinginan untuk memikul tanggung jawab, memiliki keyakinan tapi kurang memiliki keterampilan/keahlian. Oleh karena itu, gaya konsultasi merupakan gaya yang sesuai dipergunakan dalam situasi seperti ini, yang dapat memberikan perilaku mengarahkan karena bawahan kurang mampu juga memberikan perilaku mendukung untuk memperkuat kemampuan dan antusiasme bawahan. Dalam gaya ini, komunikasi dua arah akan membantu mempertahankan motivasi bawahan yang tinggi dan pada saat yang sama, tanggung jawab untuk kontrol atas pembuatan keputusan tetap ada pada pimpinan.
c.       Mengikutsertakan, memberi semangat, kerja sama (PARTICIPATING-SUPPORTING)
Gaya partisipasi dipergunakan bagi bawahan dengan tingkat kematangan sedang merujuk ke tinggi. Orang-orang pada tingkat perkembangan ini memiliki kemampuan tetapi kemauannya rendah untuk melakukan suatu tugas yang diberikan. Ketidakmauan itu disebabkan oleh ketidakyakinan mereka untuk mengerjakan tugas yang diberikan. Dalam kasus ini, pimpinan perlu membuka komunikasi dua arah dan secara aktif  mendengar dan mendukung usaha-usaha para pengikut untuk menggunakan kemampuan yang mereka miliki. Melalui gaya partisipasi, pimpinan dan bawahan bisa saling bertukar ide dalam pembuatan keputusan dengan peranan utama pimpinan memberikan fasilitas dan berkomunikasi.
d.      Mendelegasikan, Pengamatan, Mengawasi, Penyelesaian (DELEGATING)
Gaya delegasi digunakan bagi bawahan dengan tingkat kematangan tinggi. Orang-orang dengan tingkat kematangan seperti ini adalah orang-orang yang memiliki kemampuan dan kemauan yang tinggi untuk memikul sebuah tanggung jawab. Gaya kepemimpinan ini memberikan sedikit pengarahan, para bawahan diperkenankan untuk melaksanakan sendiri dan memutuskan tentang bagaimana, kapan, dan dimana melakukan suatu tugas. Karena secara psikologis bawahan sudah matang, maka tidak diperlukan banyak komunikasi dua arah atau perilaku mendukung.

Fungsi Komunikasi Kelompok


Keberadaan suatu kelompok dalam masyarakat dicerminkan oleh adanya fungsi-fungsi yang akan dilaksanakannya. Fungsi-fungsi tersebut mencakup fungsi hubungan sosial, pendidikan, persuasi, pemecahan masalah dan pembuatan keputusan dan fungsi terapi. Semua fungsi ini dimanfaatkan untuk pembuatan kepentingan masyarakat, kelompok dan para anggota kelompok itu sendiri.
Fungsi pertama dalam kelompok adalah hubungan sosial, dalam arti bagaimana suatu kelompok mampu memelihara dan memantapkan hubungan sosial di antara para anggotanya seperti bagaimana suatu kelompok secara rutin memberikan kesempatan kepada anggotanya untuk melakukan sktivitas yang informal, santai dan menghibur.
Pendidikan adalah fungsi kedua dari kelompok, dalam arti bagaimana sebuah kelompok secara formal maupun informal bekerja unutk mencapai dan mempertukarkan pengetahun. Melalui fungsi pendidikan ini, kebutuhan-kebutuhan dari para anggota kelompok, kelompok itu sendiri bahkan kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi. Namun demikian, fungsi pendidikan dalam kelompok akan sesuai dengan yang diharapkan atau tidak, bergantung pada tiga faktor, yaitu jumlah informasi baru yang dikontribusikan, jumlah partisipan dalam kelompok serta frekuensi interaksi di antara para anggota kelompok. Fungsi pendidikan ini akan sangat efektif jika setiap anggota kelompk membawa pengetahuan yang berguna bagi kelompoknya. Tanpa pengetahuan baru yang disumbangkan msing-masing anggota, mustahil fungai edukasi ini akan tercapai.
Dalam fungsi persuasi, seorang anggota kelompok berupaya mempersuasikan anggota lainnya supaya melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Seseorang yang terlibat usaha-usaha persuasif dalam suatu kelompok, membawa resiko untuk tidak diterima oleh para anggota lainnya. Misalnya, jika usaha-usaha persuasif tersebut terlalu bertentangan dengan nilai-nilai yang berlaku dalam kelompok, maka justru orang yang berusaha mempersuasi tersebut akan menciptakan suatu konflik, dengan demikian malah membahayakan kedudukannya dalam kelompok.
Fungsi keompok juga dicerminkan dengan kegiatan-kegiatannya untuk memecahkan persoalan dan membuat keputusan-keputusan. Pemecahan masalah (problem solving) berkaitan dengan penemuan alternatif atau solusi yang tidak diketahui sebelumnya; sedangkan pembuatan keputusan (decision making) berhubungan dengan pemilihan antara dua atau lebih solusi. Jadi, pemecahn masalah menghasilkan materi atu bahan untuk pembuatan keputusan.
Terapi adalah fungsi kelima dari kelompok. Kelompok terapi memiliki perbedaan dengan kelompok lainnya, karena kelompok terapi tidak memiliki tujuan. Objek dari kelompok terapi adalah membantu setiap individu mencapai perubahan personalnhya. Tentunya, individu tersebut harus berinteraksi dengan anggota kelompok lainnya guna mendapatkan manfaat, namun usaha utamanya adalh membantu dirinya sendiri, bukan membantu kelompok mencapai konsensus. Contoh dari kelompok terapi ini adalah kelompok konsultasi perkawinan, kelompok penderita narkotika, kelompok perokok berat dan sebagainya. Tindak komunikasi dalam kelompok-kelompok terapi dikenal dengan nama pengungkapan ciri (self disclosure). Artinya, dalam suasana yang mendukung, setiap anggota dianjurkan untuk berbicara secara terbuka tentang apa yang menjadi permasalahannya. Jika muncul konflik antar anggota dalam diskusi yang dilakukan, orang yang menjadi pemimpin atau yang memberi terapi yang akan mengaturnya.